9/02/2011

Ombak bertopeng keabadian

*lanjutan entry sebelumnya

Beberapa waktu lalu, mamaku berkata orang muda itu masih belum banyak pengalaman. Makanya apa yang dilakukan cenderung bersifat emosional. Cepat naik, surutnya apalagi. Kayak roller coaster. Termasuk juga akan perasaannya ke Tuhan. That's why most youngsters' belief is easily shaken.

Tadinya aku mau menolak ucapan mamaku. Tapi melihat pengalaman pribadi, aku mau gak mau sedikit mengakuinya. Well, mungkin tidak semua orang muda seperti itu. But I did and often do...

Adakalanya ketika mengerjakan suatu pelayanan, aku begitu bersemangat. Saking semangatnya, leherku sampai pegal (for your information, itu salah satu ciri-ciriku kalau sangat,ehm terlalu, bersemangat). Apalagi kalau sebelumnya sesuatu yang baik terjadi padaku. Karena rasa syukurku, aku jadi bersemangat mengerjakan pelayanan. Target dan rencana bermacam-macam soal bentuk pelayanan kurancang. Tapi kalau sesuatu yang kurang mengenakkan terjadi, aku jadi lemes. Disuruh juga gak bakal mau.

Tak hanya itu. Aku bahkan msh bisa diguncang soal keyakinanku pada Kristus. W-A-W. Melihat diriku yang cukup aktif melayani di kampus, aku selalu terkejut setengah mati mengingat hal ini dan jadi membenci diri sendiri. Predikat munafik sangat cocok berdiri di belakang namaku.

Aku jadi berpikir, apa selama ini aku percaya pada-Nya benar-benar karena aku percaya atau hanya karena perasaan emosionalku saja atas apa yang Dia kerjakan padaku?

Bukan cuman saat itu.

Dua tahun aku sudah hampir tidak pernah menuangkan imajinasiku ke dalam tulisan. Padahal kalau diingat-ingat, semenjak 6 tahun yang lalu aku yakin bahwa menulis adalah bakatku, aku tidak pernah lepas dari buku tulis dan pulpen yang senantiasa menjadi pelampiasan khayalanku. Aku sangat mencintai imajinasiku. Aku sangat mencintai hobiku. Namun karena berbagai alasan, mulai dari sibuk belajar sampai sibuk malas, aku perlahan-lahan meninggalkannya.
Dan hal yang terjadi padaku sekarang membuatku berpikir, mungkinkah perasaanku pada hal itu adalah karena aku memang mencintainya atau hanya sebatas perasaan emosional atas apa yang ia berikan padaku?

Dan aku juga ingat betapa aku dulu begitu kompetitif. Aku jarang membiarkan diriku lengah. Aku suka bersaing. Suka sampai aku pernah ditegur Dia karena menyakiti temanku sendiri karenanya. Tapi sekarang, hasratku nol. Karenanya, aku tidak pernah melakukan yang terbaik.
Mungkinkah perasaanku juga karena emosiku semata melihat teman-temanku sukses atau memang karena aku suka bersaing?

Juga keluarga, sahabat, teman, KK Twilight dan orang-orang yang ku-katakan-cintai.
Mungkinkah semuanya hanya perasaan emosional yang tak ada bedanya dengan ombak?

Dua minggu terakhir, kata-kata mamaku benar-benar terngiang di kepalaku. Terus menerus muncul mempertanyakan perasaanku.




No comments:

Post a Comment